|
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara
normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml)
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa
adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura seiring terjadi
di negara–negara yang sedang berkembang, salah satu di Indonesia. Negara –
negara Barat, efusi
pleura disebabkan oleh gagal jantung kongestif, keganasan, dan pneumonia
bakteri. Di Amerika efusi pleura menyerang 1,3 juta orang / tahun. (Yoghie pratama, 19 Juni 2012)
Badan Kesehatan Dunia (WHO) 2011 memperkirakan
jumlah kasus efusi pluera di seluruh dunia cukup tinggi menduduki urutan
ke tiga setelah Ca paru sekitar 10-15 juta dengan 100-250 ribu kematian tiap
tahunnya. Efusi pleura suatu disease entity dan merupakan suatu gejala penyakit
yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita. Tingkat kegawatan pada efusi
fleura ditentukan oleh jumlah cairan, kecepatan pembentukan cairan dan tingkat
penekanan paru (Yoghie pratama, 19 Juni 2012)
Di
Negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara–negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. Efusi pleura
keganasan merupakan salah satu komplikasi yang biasa ditemukan pada penderita keganasan dan terutama
disebabkan oleh kanker paru dan kanker
payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada
sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer atau metastatik. Sementara 5% kasus mesotelioma
(keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya
akan mengalami efusi pleura. (Yoghie
pratama, 19 Juni 2012)
Di indonesia trauma dada juga bisa menjadi penyebab efusi pleura. Mortalitas
dan morbiditas efusi pleura ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat keparahan
dan jenis biochemical dalam cairan pleura (Yoghie pratama, 19 Juni 2012). Hal ini akan sejalan bila masyarakat Indonesia terbebas dari
masalah kesehatan dengan gangguan system pernafasan yang salah satunya adalah
efusi pleura. sekitar 10-15 juta dengan 100-250 ribu kematian tiap tahunnya.
Efusi pleura suatu kesatuan penyakit (disease entity) dan merupakan suatu
gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita. Tingkat
kegawatan pada efusi fleura ditentukan oleh jumlah cairan, kecepatan
pembentukan cairan dan tingkat penekanan paru (Yoghie pratama, tgl 25 Juni 2012).
Tingginya kasus efusi pleura disebabkan
keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini sehingga
menghambat aktifitas sehari-hari dan kematian akibat efusi pleura masih sering
ditemukan. Tingkat kegawatan pada efusi pleura ditentukan oleh
jumlah cairan, kecepatan pembentukan cairan dan tingkat penekanan pada
paru. Jika efusi luas, expansi paru akan
terganggu dan pasien akan mengalami sesak, nyeri dada, batuk non produktif
bahkan akan terjadi kolaps paru dan akibatnya akan terjadilah gagal nafas.
Dalam hal ini peran perawat sangat penting, dimana
perawat merupakan tim kesehatan yang
banyak kontak langsung dengan klien. Dengan banyaknya keterlibatan tersebut
perawat dapat memberikan asuhan keperawatan secara maksimal baik secara mandiri
maupun kolaborasi.
Berdasarkan uraian di atas, dengan tingginya angka kejadian
penyakit efusi pleura serta akibat yang dapat ditimbulkan, maka penulis
tertarik membahas tentang Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasan:
“Efusi Pleura” di Rumah Sakit Umum Dr.
Soedarso Pontianak.
B.
TUJUAN
PENULISAN
Adapun tujuan penulisan pada laporan ini adalah
sebagai berikut:
1.
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai
konsep-konsep yang berhubungan dengan Efusi
Pleura.
2.
Memberikan gambaran dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
pada pasien dengan Efusi
Pleura.
3.
Mengetahui faktor penghambat dan pendukung dalam asuhan
keperawatan pada pasien Efusi
Pleura.
4.
Memberikan gambaran dan alternatif pemecahan masalah
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Efusi Pleura.
C.
METODE
PENULISAN
Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis
menggunakan metode deskriptif. Adapun pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara tersebut adalah:
1. Observasi
dan pengamatan langsung ke pasien serta pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan
cara Inspeksi, Palpasi, Perkusi dan Auskultasi. Sehingga penulis mendapatkan
pengalaman langsung dalam memberikan Asuhan Keperawatan dengan melalui
pendekatan Proses Keperawatan.
2. Wawancara
atau interview, dimana wawancara digunakan untuk mendapatkan data dari klien,
keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
3. Studi
kepustakaan dan literatur dengan mempelajari kepustakaan yang berhubungan
dengan masalah “Efusi Pluera” dan asuhan keperawatan.
D.
RUANG
LINGKUP PENULISAN
Penulis membatasi pada permasalahan “Asuhan
Keperawatan pada Tn. R dengan gangguan sistem pernapasan : “Efusi Pleura” di Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. Soedarso Pontianak. dengan waktu pelaksanaan di mulai dari tanggal 11 Juni s/d 13 Juni 2012.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Laporan kasus ini terdiri dari V BAB, dengan
sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I :
Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup
penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II :
Landasan teoritis, yang terdiri dari anatomi fisiologi sistem Pernapasan, mekanisme
pernafasan, konsep dasar dan Asuhan Keperawatan teoritis pada “Efusi Pleura”.
BAB III :
Asuhan Keperawatan, yang terdiri dari Pengkajian, Diagnosa Keperawatan,
Perencanaan Keperawatan, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi.
BAB IV : Pembahasan, yang terdiri dari
pengkajian,Diagnosa Keperawatan, Perencanaan keperawatan, Implementasi dan
Evaluasi
BAB V :
Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB
II
LANDASAN
TEORITIS
Bab ini penulis akan
menguraikan tentang landasan teori atau konsep dasar mengenai anatomi dan
fisiologi Sistem Pernafasan dan konsep dasar dari penyakit Efusi Pleura serta
asuhan keperawatan secara teoritis.
A.
Anatomi
Dan Fisiologi Sistem Pernafasan
Sistem pernafasan atau disebut juga sistem
respirasi, mempunyai peran atau fungsi menyediakan oksigen (O2)
serta mengeluarkan gas karbon dioksida (CO2) dari tubuh. Fungsi
penyedian O2 serta pengeluaran CO2 merupakan fungsi yang
fital bagi kehidupan. O2 merupakan sumber tenaga bagi tubuh yang
harus dipasok terus menerus, sedangkan CO2 merupakan bahan toksin
yang harus segera dikeluarkan dari tubuh. Dalam sistem pernafasan ini terdari
dari hidung, paring, laring, trakea, bronkus dan paru-paru yang akan diuraikan
dibawah ini, yaitu :
Sumber : Sherwood, Fisiologi
Manusia Dari Sel ke Sistem (2012)
1. Hidung
Menurut Niluh dan Christante (2004, hal : 2) hidung
merupakan pintu masuk pertama udara yang kita hirup. Udara masuk dan keluar
sistem pernafasan melalui hidung, yang terbentuk dari 2 tulang hidung dan
beberapa kartilago. Terdapat 2 pintu pada dasar hidung-nosstril (lubang
hidung), atau nares eksternal yang dipisahkan oleh septum nasal dibagian
tengahnya.
Fungsi
hidung antara lain (Syaifuddin, 2006, hlm : 194) :
a. Bekerja
sebagai saluran udara pernafasan.
b. Sebagai
penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu – bulu hidung.
c. Dapat
menghangatkan udara pernafasan oleh mucosa.
d. Membunuh
kuman yang masuk, besama udara pernafasan oleh leukosit yang terdapat dalam
selaput lendir (mukosa) atau hidung.
2. Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar
tengkorak sampai persambungannya dengan oesofagus pada ketinggian tulang rawan
krikoid. Bila terjadi radang disebut faringitis. Faring terbagai menjadi 3
bagian yaitu nasofaring, orofaring dan laringofaring. (Setiadi, 2007, hlm : 45).
a. Nasofaring
Nasofaring
terletak disebelah belakang rongga hidung, dibawah dasar dari tengkorak disebelah
belakang rongga hidung, dibawah dasar dari tengkorak dan disebelah depan
vetebra servikal ke 1 dan ke 2. Nasofaring bagian depan keluar ke rongga hidung
dan bagian bawah keluar ke orofaring. Auditorius (tuba eutakhia) keluar
kedinding lateral nasofaring pada masing – masing sisinya. (Manurung, 2009, hlm
: 18)
b. Orofaring
Terletak dibelakang mulit, mukosa orofaring adalah
epitelskuamosa bertingkat, dilanjutkan dengan epitel yang terdapat oada rongga
mulut. Pada dinding lateralnya terdapat tonsil palatin yang juga nodulus limfe.
Tonsil adenoid dan lingual pada dasar lidah, membentuk cincin jaringan limfatik
mengeliulingi faring untuk menghancurkan patogen yang masuk ke dalam mucosa. (Asih,
2004, hlm : 4)
c. Laringofaring
Mengellingi mulut esophagus dan laring, yang
merupakan gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya. (Setiadi, 2007, hlm : 45)
3. Laring
Laring sering disebut kotak suara, nama yang
menunjukkan salah satu fungsinya, yaitu bebicara adalah saluran pendek yang
menghubungkan faring dengan trakea. Laring memungkinkan udara mengalir didalam
struktur ini, dan mencegah benda padat agar tidak masuk kedalam trakea.laring
menjadi tempat pita suara, dengan demikian laring menjadi sarana pembentukan
suara. Dinding laring terutama dibentuk oleh tulang rawan (kartilago) dan
dibagian dalamnya dilapisi oleh membran mucosa bersilia. Kartiligo laring
terdiri atas sembilan buah yang tersusun sedemikian rupa sehingga membentuk
struktur seperti kotak dan satu sama lainya dihubungkan oleh ligamen. Kartilago
laring yang tersebar adalah kartilago tiroid, yang teraba pada
permukaananterior leher. (Asih, 2004, hlm : 4)
4. Trakea
Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari
laring yang dibentuk oleh 16 sampai 12 cincin yang terdiri dari tulang – tulang
rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C). Sebelah dalam diliputi oleh
selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak
kearah luar. Panjang trakea 9 – 11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan
ikat yang dilapisi oelh otot polos.
Sel – sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda
– benda asing yang masuk bersama – sama dengan udara pernafasan. Yang
memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina. (Syaifuddin,
2006, hlm : 195)
5. Bronkus
Bronkus, merupakan percabangan trachea. Setiap
broncus primer bercabang 9 – 12 untuk membentuk bronchi sekuner dan tersier
dengan diameter yang semakin kecil. Struktur mendasar dari paru – paru adalah
percabangan bronchial selanjutnya secara berurutan adalah bronchi, bronchiolus,
bronchiolus terminalis, bronchus respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli. Dibagian
bronkus masih disebut pernafasan extrapulmonal dan sampai memasuki paru – paru
disebut intra pulmonar. (Setiadi, 2007, hlm : 49).
6. Paru-Paru
Paru – paru ada dua, merupakan alat pernafasan yang
utama. Paru – paru mengisi rongga dada, terletak diseblah kanan dan kiri dan
ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur
lainya yang terletak di dalam mediastinum. Paru – paru adalah organ yang
berbentuk kerucut dengan apex (puncak) di atas dan muncul sedikit lebih tinggi
dari klavikula di dalam dasar leher. Pangkal paru – paru duduk di atas landai
thorax, di atas diafragma. Paru – paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh
iga – iga, permukaan dalam yang memuat tampuk paru – paru, sisi belakang yang
menyentuh tulang belakang dan sisi depan yang menutupi sebagian sisi depan
jantung.(Yuliani Handoyo, 2006, hlm : 215).
7. Pleura
Menurut Syaifuddin (2006, hlm : 124) Pleura adalah
suatu membran serosa yang halus membentuk suatu kantong tempat paru – paru
berada yang jumlahnya ada dua buah, yaitu kiri dan kanan, masing – masing tidak
berhubungan.
Pleura mempunyai dua lapisan, yaitu permukaan
parietalis dan pleura viseralis.
a.
Lapisan permukaan disebut permukaan
parietalis. Lapisan pleura yang langsung berhubungan dengan paru – paru serta memasiki fisura paru – paru dan
memisahkan lobus – lobus dari paru – paru.
b.
Lapisan dalam disebut pleura viseralis.
Pleura yang berhubungan dengan fasia endotorakika dan merupakan permukaan dalam
dinding toraks. Sesuai dengan letaknya, pleura parietalis memiliki empat bagian
sebagai berikut :
1)
Pleura kostalis, menghadap permukaan
lengkung kosta dan otot – otot yang terdapat diantaranya, bagian depan mencapai
sternum, bagian belakang melewati iga – iga di samping vertebra. Bagian ini
merupakan bagian yang paling tebal dan yang paling kuat dalam dinding toraks.
2)
Pars servvikalis, bagian pleura yang
melewati apertura torakis superior memasuki dasar lebar dan berbentuk seperti
kubah, diperkuat oleh membran suprapleura.
3)
Pleura diagfragmatika, bagian pleura
yang diatas diagfragma.
4)
Pleura mediastinalis, bagian pleura yang
menutup permukaan lateral mediastinum serta susunan yang terletak di dalamnya.
Menurut Faiz (2004, hlm : 11) Pleura dibagi menjadi
beberapa bagian antara lain :
a.
Pleura terdiri dari dua lapisan :
lapisan viselaris yang melekat pada paru dan lapisan parieralis yang membatasi
aspek terdalam dinding dada, diafragma, serta sisi perikardium dan madiastinum.
b.
Pada hilus kedua lapisan pleura ini
berhubungan. Hubungan ini bergantung longgar diatas hilus dan disebut
ligamentum pulmonale. Adanya ligamentum ini memungkinkan peregangan vv.
Pulmonalis dan pergerakan struktur hilus selama respirasi.
c.
Kedua rongga pleura tidak berhubungan.
d.
Rongga pleura mengandung sedikit cairan
pleura yang berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi friksi antara kedua
pleura.
e.
Selama inspirasi maksimal paru – paru
hampir mengisi keseluruh rongga pleura. Pada inspirasi tentang paru – paru
tidak mengembang sepenuhnya, melainkan menyisakan ruang sisa
kostodiafragmatikus dan kostomediastinal dari rongga pleura.
f.
Pleura parietalis sensitif terhadap
nyeri dan raba (melalui n. Interkostalis dan n. Frenikus). Pleura vciseralis
hanya sensitif terhadap regangan (melalui serabut aferan otonom dari pleksus
pulmonalis).
Udara bisa masuk
kerongga pleura bila terjadi fraktur kosra atau robekan paru (pneumotoraks) .
kejadian ini akan menghilangkan tekanan negatif pleura normal. Sehingga
menyebabkan kolaps pleura.
Peradangan
pleura (pleuritis) terjadi akibat infeksi pada bagian paru yang melekat ke
pleura (pneumonia). Bila terjadi proses peradangan menyebabkan pleura menjadi
lengket. Dalam keadaan ini, bisa terdengar pleura rub pada regio yang terkena
saat inspirasi dan ekspirasi. Pus dalam rongga pleura (sekunder akibat proses
infeksi) disebut epiema.
B.
Mekanisme
Pernapasan
Menurut Sherwood, (2011, hlm : 497) dalam fisiologi
respirasi memiliki arti yang lebih luas. Respirasi mencakup dua proses yang
terpisah tetapi berkaitan : respirasi internal dan respirasi eksternal.
1. Respirasi
Internal
Istilah Respirasi internal atau repirasi sel merujuk
kepada proses – proses metabolik intrasel yang dilakukan dalam mitokondria,
yang menggunaka O2 dan
menghasilkan CO2 selagi mengambil energi dari molekul nutrien.
2. Respirasi
Eksternal
Istilah
repirasi eksternal merujuk kepada seluruh rangkaian kejadian dalam pertukaran O2
dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Respirasi
eksternal mencakup 4 langkah diantaranya :
a.
Udara secara bergantian dimasukkan ke
dan dikeluarkan dari paru sehingga udara
dapat dipertukarkan antara atmosfer (lingkungan eksternal) dan kantong udara (alveolus)
paru. Pertukaran ini dilaksanakan oleh tindakan mekanis bernafas, atau
ventilasi. Kecepatan ventilasi diatur untuk menyesuaikan aliran udara antara
atmosfir dan alveolus sesuai kebutuhan metabolik tubuh akan akan penyerapan O2
dan pengeluaran CO2.
b.
Oksigen dan CO2 dipertukarkan
antara udara di alveolus dan darah dalam kapiler paru melalui proses difusi.
c.
Darah mengangkut O2 dan CO2
antara paru dan jaringan.
d.
Oksigen dan CO2 dipertukarkan
antara jaringan dan darah melalui proses difusi menembus kapiler sistemik
(jaringan).
C.
Konsep
Dasar
Konsep dasar Efusi Pleura yang akan diuraikan
berikut yaitu pengertian, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, tanda
dan gejala, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan dan komplikasi.
1. Pengertian
Efusi pleura,
pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diperm
ukaan visral dan periental,
adalah proses penyakit primer yang jarang terjadi tetapi biasanya merupakan
penyakit sekunder terdapat penyakit lain. Secara normal, ruang pleura
mengundang sejumlah kacil cairan (5 sampai 15 ml) berfungsi sebagai pelumas yang memunginkan
permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Suddart and Brunner, 2002).
Efusi pleura adalah
suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat
atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan
absorpsi di kapiler dan pleura viseralis. (Muttaqin, 2008, hlm : 126)
Efusi pleura adalah istilah
yang digunakan untuk penumbunan cairan
dalam rongga pleura (Price, 2006, hlm. 799).
2. Etiologi
Menurut Alsagaff (2002, hlm : 146) Berdasarkan jenis
cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi transuda, eksudat dan
hemoragis.
a. Transudat
dapat disebabkan oleh :
1) Kegagalan
jantung kongestig (gagal jantung kiri)
2) Sindrome
Nefrotik
3) Asites
(oleh karena serosis hepatis)
4) Sindrom
Vena Cava Superior
5) Tumor
6) Sindrom
Meig
b. Eksudat
dapat disebabkan oleh :
1) Infeksi
: tuborkulosis, pneomonia, dan sebagainya
2) Tumor
3) Infark
paru
4) Radiasi
5) Penyakit
kolagen
c. Efusi
Hemoragis dapat disebabkan oleh :
1) Tumor
2) Trauma
3) Infark
paru
4) Tuberkulosa
Berdasarkan
lokasi cairan yang terbentuk, efusi pleura dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan
penykit penyebabnya akan tetapi efusi yang bilateral seringkali ditemukan pada
penyakit – penyakit di bawah ini :
a. Kegagalan
jantung kongestif, sindrom nefrotik.
b. Asites
c. Infark
paru
d. Lupus
eriematosus sistemik
e. Tumor
f. Tuberkulosis
3. Manifestasi
Klinis
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang
disebabkan oleh penyakit dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil,
dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea
dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Efusi pleura yang
luas akan menyebabkan sesak nafas. Area yang mengandung cairan atau menunjukkan
bunyi nafas minimal atau tidak sama sekali
menghasilkan bunyi datar, pekak daat diperkusi. Egofani akan terdengar diatas
area efusi. Deviasi trakea menjauhi tampat yang sakit dapat terjadi jika
terjadi penumpukan cairan pleura yang signifikan. Bila terdapat efusi pleura
kecil sampai sedang, dispnea mungkin saja tidak terjadi.
Keberadaan cairan dikuatkan dengan rontgen dada, ultrasound,
pemeriksaan fisik, dan torokosentesis. Cairan pleura dianalisis dengan kultur
bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk tuberkolosis), hitung sel
darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amilase, laktat
dehidrogenase (LDH), protein), analisi sitologi untuk sel – sel maligna, dan
pH. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan. (Smeltzer, 2002, hlm : 593)
4. Patofisiologi
Pada orang
normal, cairan di rongga pleura sebanyak 1 – 20 ml. cairan dirongga pleura
jamlahnya tatep karena ada kseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis
dan absorbsi oleh pleura viseralis. Keadaan ini dapat dipertahankan karena
adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura perietelis sebesar 9 mg H2O
dan tekanan koloid osmotic pleura viseralis 10 cm H2O.
(Alsagaff, 2002, hlm : 145)
Akumulasi cairan
pleura dapat terjadi apabila :
a.
Tekanan
osmotic kiloid menurun dalam darah, misalnya pada hipoalbuminemi.
1)
Terjadi
peningkatan : pemeabilitas
kapiler (keradangan neoplasma), tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke jantung / Vena
pulmonalis (kegagalan jantung kiri), tekanan negatif intra pleura (atelektasis).
5.
Karsinoma
Mediastinum
Karsinoma paru
Pneumonia
|
Tb Paru
Pneumonia
|
Gagal Jantung kiri
Gagal Ginjal
Gagal fungsi hati
|
Atelektasis
Hipoalbuminemia
Inflamasi
|
Peningkatan permabilitas kapiler
paru
|
Peningkatan tekanan Hidrostatik
Di Pembuluh Darah
|
Ketidakseimbangan jumlah produksi
cairan dengan absorpsi yang bila dilakukan pleura viseralis
|
Akumulasi/penimbunan cairan di cavum
pleura
|
Efek hiperventilasi
|
Sesak nafas tindakan infasif
|
Sistem
Pernafasan
|
Gangguan pentilasi (pengembangan
paru tidak optimal)
Gangguan difusi, distribusi, dan
transportasi oksigen
|
Sistem
Saraf Pusat
|
Sistem
Pencernaan
|
Respons psikososial
|
Sistem
muskoloskeletal
|
Pa O2 menurun
PCP2 Menigkat
Sesak nafas
Peningkatan produsi skret
Pneumunia imunitas
|
Penurunan suplai oksigen ke otak
|
Penurunan suplai oksigen ke jaringan
|
Pola nafas tidak efektif
Jalan nafas tidak efektif
Risiko terhadap infeksi
|
Hipoksia serebral
|
Produsi asam lambung meningkat
Paristaltik menurun
|
Koping tidak efektif
|
Peningkatan metabolisme anaaerob
|
Pusing, disorientasi
|
Mual, nyeri lambung konstipasi
|
Kecemasan
|
Peningkatan produksi asam laktat
|
Risiko gangguan perfusi serebral
|
Ketidakseimbangan nutrisi
Nyeri lambung
Gangguan eliminasi alvi
|
Kelemahan fisik umum
|
Intoleransi aktivitas
|
Tekanan osmotik koloid menurun
Tekanan negatif intrapleura
peningkatan permeabilitas kapiler
|
Sumber : Muttaqin,2008, hlm 127
6. Pemeriksaan
Penunjang
Menurut Alsagaff, Hood, dll, (2002, hlm : 151), ada beberapa
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pemeriksaan Efui Pleura, sebagai berikut:
1) Klinis
Cairan yang
kurang dari 300 cc tidak member tanda – tanda fisik yang nyata. Bila lebih dari
500 cc akan memberikan kelainan pada pemeriksaan fisik seperti penumpukan
pergerakan hemithoraks yang sakit, fremitus suara dan suara nafas melemah.
Cairan pleura yang lebih dari 1000 cc dapat menyebabkan dada cembung dan
egofoni (dengan syarat cairan tidak memenuhi saluran rongga pleura). Cairan yang lebih dari 2000 cc suara nafas melemah
dan menurun, mungkin menghilang sama sekali dan mediastinum terdorong arah paru
yang sehat.
2) Radiologi
Cairan yang
kurang dari 300 cc, pada fluoroskopi meupun foto thorax PA tidak tampak. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukan
sinus kostofrenikus. Pada efusi pleura subpulmonal, meskipun cairan pleura
lebih dari 300 cc, sinus kostrofrenikus tidak tampak tumpul tetapi difragma
kelihatan meninggi untuk memastikan dapat dilakukan dengan membuat foto dada
lateral dari sisi yang sakit.
Foto thoraks PA
dan posisi lateral dekubitus pada sisi yang sakit sering kali member hasil yang
memuaskan bila cairan pleura sedikit, atau cairan subpulmonal yaitu tampak
garis batas cairan yang sejajar dengan kolumna vertebra atau berupa garis
horizontal.
3) Laboratorium
Analisa cairan
pleura dengan cara uji kimia klinik.
4) Patologi Anatomi
Didapatkan dari
hasil biopsy pleura maupun cairan pleura.
7. Penatalaksanaan
Tujuan
pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan
kembali cairan, dan untuk menghilangkan tidak
nyamanan serta dispnea.
Pengobatan speisfik ditujukan pada penyebab dasar (mis, gagal jatung kongestif,
pneumonia, sirosis). (Smeltzer, 2002, hlm : 593)
D.
Asuhan
Keperawatan Pada Efusi Pleura
Dalam memberikan asuhan keperawatan harus digunakan
pendekatan yang sistematis yaitu pendekatan proses keperawatan. Proses
keperawatan digunakan perawat dalam mengatasi masalah yang ada. Tahapan yang
digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan yaitu: pengkajian,diagnose, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.
Menurut (Muttaqin, 2008, hlm. 128), pelaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Efusi Pleura adalah :
1. Pengkajian
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang
meliputi Anamnesis, pengkajian psikososia, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
diagnostik, penatalaksanaan medis.
a.
Anamnesis
Identitas
klien yang harus diketahui perawar
meliputi, nama, jenis kelamin, alamat rumah, agama, kepercayaan, suku bangsa,
bahasa yang dipakai, status pendidikan, pekerjaan klien, dan asuransi
kesehatan.
b.
Pengkajian psikososial
Pengkajian psikososial meliputi apa yang dirasakan
klien terhadap penyakitnya, berbagai cara mengatasinya, serta bagaimana prilaku
klien terhadap tindakan yang dilakukan kepada dirinya.
c.
Pememriksaan fisik
1)
B 1 (Breathing)
a)
Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi
pernafasan yang disertai penggunaan otot bantu pernafasan.
b)
Palpasi
Pendorong meidiastinum ke arah
hemithoraks kontralateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus cordis.
c)
Perkusi
Suara pekusi redup hingga pekak
tergantung dari jumlah cairan
d) Auskultasi
Suara nafas menurun sampai
menghilang pada sisi yang sakit.
2)
B 2 (Blood)
Pada saast dilakukannya inspeksi,
perlu diperhatikan letak ictus cordisnormal yang berada pada ICS 5 pada linea
medio clavikulaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya pergeseran jantung.
3)
B 3 (Brain)
Pada saat dilakukan inspeksi,
tingkat kesadaran perlu dikaji setelah sebelumnya diperlukan pemeriksaan GCS
untuk menentukan apakah klien berada dalam keadaan compos mentis, somnolen atau
coma.
4)
B 4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine
dilakukan dalam hubungannya dengan intake cairan.
5)
B 5 (Bowel)
Pada saat inspeksi, hal yang perlu
diperhatikan adalah apakah abdomen membuncit atau datar, tapi perut menonjol
atau tidak, umbilikus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu inspeksi ada
tidaknya benjolan – benjolan atau massa.
6)
B 6 (Bone)
Hal yang perlu diperhatikan adalah
adakah pertibia, feel pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer,
serta dengan pemeriksaan capillary refill time.
d.
Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan
Radiologi
Pemeriksaan
dfluoroskopi maupun foto thoraks PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa
terlihat.
2) Biopsi
Pleura
Biopsi
ini berguna untuk mengambil spesmen jaringan pleura melalui biopsi jalur
perkutaneus.
3) Pengukur
Fungsis Paru
Penurunan
kapasitas vital, peningkatan rasio udara kekapasitas total paru dan penyakit
pleura tuberculosis kronis tahap lanjut.
4) Pemeriksaan
laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium yang spesifik adalah dengan memeriksa cairan pleura agar dapat
menunjang intervensi lanjutan.
e.
Penatalaksanaan Medis
Pengeluaran efusi pleura ditujukan untuk mengelolah
penyakit dasar dan pengosongan cairan (thorakosentesis). Indikasi untuk melakukan
thorakosentesis adalah :
1) Menghilangkan
sesak nafas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga pleura
2) Bila
therapy spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal.
3) Bila
terjadi rekumulasi cairan.
Penambilan pertam cairan plleura, tidak boleh lebih
dari 1000 cc, karena spengambilan cairan pleura dalm waktu singkat dan dalam
jumlah yang banyak dapat menimbulkan edema paru yang ditandai dengan batuk dan
sesak.
2. Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan Efusi Pleura
menurut (Doenges 1999, hlm. 197) adalah sebagai berikut :
a. Tidakefektifnya
pola pernafasan berhubungan dengan penurunan ekspansi paru (akumulasi
udara/cairan), gangguan muskuloskletal, nyeri/ansietas, dan proses inflamasi.
Tujuan : menunjukkan pola pernafasan normal/efektif
dengan GDA dalam rentang normal
Intervensi :
1)
Mengidentifikasi etiologi/faktor
pencetus, contoh kolaps spontan, trauma, keganasan, infeksi, komplikasi
ventilasi mekanik.
2)
Evaluasi fungsi pernafasan, cacat
kecepatan/pernafasan serak, dispnea, terjadi sianosis dan perubahan tanda
vital.
3)
Awasi kesesuaian pola pernafasan bila
menggunakan ventilasi mekanik. Catat perubahan tekanan udara.
4)
Auskultasi bunyi nafas.
5)
Catat pengembangan dada
6)
Kaji fremitus
7)
Kaji pasien adanya area nyeri tekan bila
batuk, nafas dalam
8)
Pertahankan posisi yang nyaman, biasanya
dengan peninggian kepala tempat tidur. Dorong pasien untuk duduk sebanyak
mungkin.
9)
Jika terpasang selang :
- Periksa
pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar (batas air, pengatur dinding/meja
disusun dengan tepat).
- Periksa
batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang tertentu.
- Tutup
rapat sambngan selang drainase dengan aman menggunakan plester atau ban sesuai
kebijakan yang ada.
10) Kolaborasi
dalam kaji seri foto torak.
11) Kolaborasi
dalam pemberian oksigen tambahan melalui kanul/masker sesuai indikasi.
b. Resiko
tinggi terhadap trauma/penghentian nafas berhubungan dengan penyakit saat
ini/proses cedera, tergantung pada alat dari luar (sistem drainase dada), dan
kurang pendidikan keamanan/pencegahan.
Tujuan : - Untuk mencegah komplikasi
- Memperbaiki/menghindari
lingkungan dan bahaya fisik
Intervensi :
1)
Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit
drainase dada, catat gambaran keamanan.
2)
Amankan unit drainase pada tempat tidur
pasien atau sangkutan/tempat tertentu pada area dengan lalulintas rendah.
3)
Berikan transportasi aman bila pasien
keluar unit untuk tujuan diagnostik. Sebelum memindahkan periksa botol untuk
batas cairan yang tepat. Perlu atau tidak selang dada diklem atau dilepaskan dari
sumber penghisap.
4)
Awasi sisi lubang pemasangan selang,
catat kondisi kulit, adanya/karakteristik drainase dari sekitar kateter.
Ganti/pasang ulang kasa penutup steril sesuai kebutuhan.
5)
Anjurkan
pasien untuk tidak berbaring/menarik selang.
6)
Observasi tanda distres pernafasan bila
kateter torak lepas/tercabut (rujuk DK : Tidakefektif pola pernafasan).
c.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi,
aturan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan pada informasi.
Tujuan : Meningkatkan pemahaman tentang penyebab masalah.
Intervensi :
1) Kaji
patologis masalah individu
2) Identifikasi
kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang.
3) Kaji
ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat, contoh nyeri dada
tiba-tiba, dispnea, distres pernafasan lanjut.
Kaji ulang praktik kesehatan yang
baik, contoh nutrisi baik, istirahat, latihan.
BAB
III
LAPORAN
KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA TN. R DENGAN GANGGUAN KEPERAWATAN SISTEM
PERNAFASAN : EFUSI PLEURADI RUANG PARU
(I) RSUD Dr. SOEDARSO PONTIANAK
A.
PENGKAJIAN
1
Identitas Klien
Nama : Tn. R
Umur : 22 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bangsa/suku : Indonesia/Bugis
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Swasta
Status perkawinan : Belum kawin
Alamat : Jalan Tanjung Raya 2
gang Nusa Indah
Ruangan : Paru-paru (I)
No. RM : 757674
Tanggal Masuk : 5 Juni 2012
Tanggal Pengkajian : 11 Juni 2012
Diagnosa Medis : Effusi Pleura
Penanggung Jawab : Tn. S (Ayah Klien)
2
Riwayat Kesehatan Klien
a. Kesehatan
Masa Lalu
Klien pernah jatuh dari
motor ± 1 tahun yang lalu, dada bagian kirinya terkena stang motor, klien
menganggap dada bagian kirinya tidak apa-apa, klien hanya merasakan nyeri
sebentar, sebelumnya juga klien tidak pernah masuk rumah sakit biasanya klien
pernah demam, batuk dan flu. Klien hanya membeli obat di warung atau berobat
kepuskesmas.
b. Riwayat
Kesehatan Sekarang
1) Keluahan
Utama/alasan Masuk Rumah Sakit
Klien masuk RSUD dr.
Soedarso pada tanggal 5 Juni 2012 dengan keluhan sesak nafas, dan demam
menggigil.
2) Keluhan
Waktu Didata
Klien mengatakan sesak
saat bernafas, RR : 28 x/menit, klien mengatakan perban Water Seal Dreanase nya
sudah 3 hari belum diganti dan botol Water Seal Dreanase nya sudah penuh, klien
mengatakan nyri bagian Water Seal Dreanase nya dengan karakteristik P : nyeri,
Q : ditusuk-tusuk, R : saat tangan kiri digerakan, S : 4-6 (sedang), T :
Intermitten, klien mengatakan makan hanya menghabiskan 2-3 sendok/hari dengan
porsi yang disediakan, klien mengatakan tidur hanya 4-5 jam/hari, klien tidak
tahu dengan penyakitnya sekarang, klien mengatakan infusnya sudah 7 hari belum
diganti.
3
Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan
didalam keluarganya tidak ada menderita penyakit yang diderita klien sekarang,
dan tidak ada yang mengalami penyakit keturunan seperti hipertensi, kencing
manis (DM), dan jantung.
4
Struktur Keluarga atau Genogram
:
laki-laki
:
meninggal
5
Data Biologis
a. Pola
nutrisi
Sebelum
sakit : Makan 2-3 x/hari dengan menu bervariasi : nasi, sayur mayur,
lauk pauk dan kadang-kadang diselingi dengan buah.
Saat
sakit : Makan 2-3 sendok/hari dengan menu yang disediakan dari rumah
sakit.
b. Pola
minum
Sebelum
sakit : Minum ± 1000-1500 cc/hari dengan jenis air putih
kadang-kadang klien minum teh manis.
Saat
sakit : Mengatakan minum ± 800-1000 cc/hari dengan jenis air putih.
c. Pola
eliminasi
Sebelum
sakit : BAK
4-5 kali/hari dengan karakteristik berwarna kuning bau aromatik, BAB ± 1-2 x/hari
dengan konsistensi lembek, warna kecoklatan, bau khas.
Saat
sakit : BAK 3-4 kali/hari dengan karakteristik berwarna kuning pekat,
bau aromatik, BAB 1 x/hari dengan
konsistensi lembek, warna kecoklatan dan tidak ada keluhan BAB.
d. Pola
istirahat dan tidur
Sebelum
sakit : Tidur
± 7-8 jam/hari dengan pencerahan yang cukup, menggunakan bantal, selimut pada
malam hari dan jarang tidur siang hari.
Saat
sakit : Mengatakan tidur ± 4-5 jam/hari karena klien mengatakan nyeri
bagian luka WSD.
e. Pola
kebersihan
Sebelum
sakit : Mandi
2-3 kali/hari dengan sabun dan shampo serta gosok gigi saat mandi, potong kuku
jika panjang.
Saat
sakit : Mengatakan hanya mandi 1 kali dengan dibantu keluarga
menggunakan seka hangat, menggosok gigi 1 kali sehari, dan kuku klien tampak
pendek dan kurang bersih.
f. Pola
aktivitas
Sebelum
sakit : Klien
seorang pekerja sales motor
Saat
sakit : Klien hanya beraktivitas
diatas tempat tidur dan aktivitasnya dibantu oleh keluarga dan perawat.
6
Pemeriksaan Fisik
a. Keadan
umum : Lemah
b.
Kesadaran : Composmentis,
GCS E ; 4, M ; 6, V ; 5
c. Tanda-tanda
vital :
TD =
110/80 mmHg
N = 80
x/menit
RR = 28 x/menit
S =
36,8 0C
d. Kepala,
leher dan axilla
Saat diinpeksi bentuk
kepala simetris, rambut berwarna hitam, pendek, lesi saat dipalpasi tidak ada
benjolan, pada leher tidak ada bendungan vena jugularis dan pembesaran kelenjar
tiroid pada axilla kebersihan kurang dan tidak ada pembesaran getah bening.
e. Mata
Bentuk simetris, pupil
isokor, konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik saat memejamkan mata klien
mengeluh perih karena kurang tidur dan terdapat lingkaran hitam pada mata dan
klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
f. Telinga
Bentuk simetris,
pendengaran baik, tidak terdapat penumpukan serum dan tidak lesi.
g. Hidung
Bentuk simetris, tidak
terdapat polip, penciuman baik, septum nafas simetris, dan mukosa hidung
kering.
h. Mulut
dan pharing
Mukosa bibir lembab,
tidak ada simetris, bentuk ovula simetris, tidak ada pembengkakkan gusi faring
tidak terdapat bentol merah, dan klien bisa menelan dangan baik.
i. Dada
1. Thorax
Inspeksi :
Bentuk simetris, menggunakan otot bantu
nafas (diagfarma) pernafasan reguler RR : 28 kali/menit.
Palpasi : Pengembangan paru paru tidak simetris
terdapat nyeri tekan pada mid klavikula sebelah kiri, tidak ada masa dan
benjolan.
2. Paru – paru
Inspeksi : Pengembangan paru tidak simnetris dan
reguler.
Palpasi : Tidak nyeri tekan pada paru – paru bagian
kiri, fokal fremitus tidak simetris.
Perkusi : Suara resonan pada paru – paru kiri.
Auskultasi : Terdengar suara ronchi
pada paru – paru dengan kiri dan wheezing tidak terdengar.
3. Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tampak jelas
Palpasi : Iktus kordis kordis teraba
Perkusi : Terdengar bunyi Dalnes
Auskultasi : Terdengar S1 dan S2
reguler dan S3 dan S4 tidak terdengar.
4. Payudara
Bentuk simetris, tidak terdapat benjolan,
dan tidak terdapat lesi.
5. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada masa dan tidak ada nyeri takan.
Perkusi : Terdengar bunyi Tympani.
Auskultasi : Bunyi bising usus 6
kali/menit.
6. Punggung
Bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak
ada benjolan, saat uji premitus getaran dan pengembangan tidak sama.
7. Genetalia dan Rektum
Kurang bersih tidak ada hernia dan tidak
ada hemoroid.
j.
Ekstremitas
Atas : Pergerakakan baik, pada tangan kanan klien terpasang infus RL 20
tetes/menit, tidak terdapat odema, tidak terdapat clubbing finger, Capillary
revil , 2 detik, acral dingin.
Bawah : Pergerakan
baik tidak terdapat oedem.
5 5
7
Data Psikologis
a. Status
emosi
Saat diajak komunikasi
klien tampak tenang dan saat mengungkapkan penyakitnya klien tidak tersinggung.
b. Konsep
diri
Klien dapat menyebutkan
nama dan dimana sekarang dia dirawat saat ini “nama saya Romansyah dirawat di
RSUD Dr. Soedarso”.
c. Gaya
komunikasi
Klien berkomunikasi
dengan perawat dan tim kesehatan lainnya menggunakan bahasa indonesia dan
dengan keluarga menggunakan bahasa sehari-hari, dengan intonasi yang lancar,
dan ada kontak mata saat diajak bicara.
d. Pola
interaksi
Klien bersifat kooperatif,
hubungan klien dengan perawat, keluarga dan pasien lainnya baik dibuktikan
klien mau diajak bekerjasama.
e. Pola
koping
Klien hanya berdo’a
dengan kesembuhan penyakitnya, jika ada masalah klien bicarakan dengan
keluarganya.
8
Data Sosial
a. Pendidikan
dan pekerjaan
Klien tamat SLTA dan
klien sekarang pekerja sales motor.
b. Hubungan
sosial
Hubungan klien dengan
perawat dan keluarga baik, terbukti banyak keluarga yang menjenguknya.
c. Faktor
sosiokultural
Klien bersuku bugis,
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan tidak ada tindakan keperawatan yang
bertentangan dengan adat atau kepercayaan klien.
d. Gaya
hidup
Klien dan keluarga
bergaya hidup sederhana, klien tidak mempunyai kebiasaan merokok atau minum
alkohol.
9
Pengetahuan Tentang Penyakit
Klien dan keluarga tidak
tahu penyakit yang diderita klien saat ini.
10 Data
Spiritual
Klien beragama islam,
sebelum sakit klien selalu melakukan sholat 5 waktu, tapi saat sakit klien
hanya berdo’a untuk kesembuhannya.
11 Data
Penunjang
Pada tanggal 6 Juni
2012 dilakukan pemeriksaan laboratorium denga hasil :
No.
|
Pemeriksaan
|
Hasil
|
Rentang
Normal
|
1
|
WBC
|
5,2
K/ul
|
4.0
– 12,0
|
2
|
LYM
|
1,1
K/ul
|
1,0
– 5,0
|
3
|
RBC
|
5,
16 M/ul
|
4,0
– 6,20
|
4
|
HGB
|
14,2
g/dl
|
11,0
– 17,0
|
Foto thorak terlampir :
foto thorak positif effusi pleura pada tanggal 06 Juni 2012
12 Pengobatan
-
Infus RL (Ringer Laktat) 20 tetes/menit
-
Infus Dextrose 20 tetes/menit
-
Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gram
-
Injeksi Ranitidine 1 x 1 ampul
B.
ANALISA
DATA
No.
|
Data Senjang
|
Interpretasi Data dan Kemungkinan
Penyebab
|
Masalah
|
1.
|
DS
:
- Klien
mengatakan sesak saat bernafas
DO
:
- Klien
tampak sesak
- Bernafas
cuping hidung
- Tampak
menggunakan otot bantu pernafasan
- Nafas
irreguler
- TTV
:
- TD
: 110/80 mmHg
- N
: 80 x/menit
- RR
: 28 x/menit
- S : 36, 8 0C
|
Penurunan
ekspansi paru
|
Pola
nafas tidak efektif
|
2.
|
DS
:
- Klien
mengatakan nyeri bagian luka WSD dengan karakteristik :
- P
: nyeri
- Q
: ditusuk-tusuk
- R
: saat tangan kiri digerakkan
- S
: 4 – 6 (sedang)
- T
: Intermitten
DO
:
- Klien
tampak meringis
- TTV
:
- TD
: 110/80 mmHg
- N
: 80 x/menit
- RR
: 28 x/menit
- S : 36, 8 0C
|
Terputusnya
inkontitas jaringan : pemasangan WSD
|
Nyeri
|
3.
|
DS
:
- Klien
mengatakan perban luka WSD belum diganti dari tanggal 8 Juni 2012.
- Klien
mengatakan botol WSD sudah penuh.
DO
:
- Perban
WSD tampak kotor
- Perban
WSD sudah 2 hari belum diganti
- WSD
dipasang pada tanggal 8 Juni 2012
- Cairan
WSD yang keluar tercatat 1600 cc
|
Tindakan
infasif pemasangan WSD
|
Resiko
Infeksi
|
4.
|
DS
:
- Klien
mengatakan makan hanya menghabiskan 2 – 3 sendok/hari
- Klien
mengatakan tidak ada nafsu makan
DO
:
- Klien
tampak menghabiskan makanan 2 – 3 sendok/hari
- Klien
tampak lemah
- BB
sebelum sakit 47 Kg
- Saat
sakit BB 45 Kg
- TB
: 154 cm
|
Anoreksia
|
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
5.
|
DS
:
- Klien
mengatakan susah tidur karena nyeri
- Klien
mengatakan tidur 4 – 5 jam/hari
- Klien
mengatakan matanya perih saat dipejamkan
DO
:
- Klien
tampak lemah
- Tampak
lingkaran hitam disekeliling mata klien
|
Nyeri
: luka pemasangan WSD
|
Gangguan
istirahat tidur
|
6.
|
DS
:
- Klien
mengatakan tidak tahu dengan penyakitnya sekarang
DO
:
- Klien
tampak bertanya-tanya tentang penyakitnya
- Klien
tampak bingung
|
Kurang
terpaparnya informasi
|
Kurang
penetahuan tentang penyakit
|
7.
|
DS
:
- Klien
mengatakan infusnya sudah 7 hari
- Klien
mengatakan tangan kanan yang terpasang infus terasa nyeri
DO
:
- Infus
klien tampak kotor
- Infus
klien tampak bengkak
- TTV
:
- TD
: 110/80 mmHg
- N
: 80 x/menit
- RR
: 28 x/menit
- S
: 36, 8 0C
|
Tindakan
infasif : pemasangan infus
|
Resiko
infeksi
|
C. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN ATAU
MASALAH KOLABORASI
No.
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tanggal Ditemukan
|
TTD & Nama Jelas Perawat
|
Tanggal Teratasi
|
TTD & Nama Jelas Perawat
|
Ket.
|
1.
|
Pola
nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru
|
11
– 06 – 2012
|
Abdul
Aziz
|
|
Abdul
Aziz
|
|
2.
|
Nyeri
b/d terputusnya inkontitas jaringan
|
11
– 06 – 2012
|
Abdul
Aziz
|
13
– 06 – 2012
|
Abdul
Aziz
|
|
3.
|
Resiko
infeksi b/d tindakan infasif pemasangan WSD
|
11
– 06 – 2012
|
Abdul
Aziz
|
13
– 06 – 2012
|
Abdul
Aziz
|
|
4.
|
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia
|
11
– 06 – 2012
|
Abdul
Aziz
|
13
– 06 – 2012
|
Abdul
Aziz
|
|
5.
|
Gangguan
istirahat tidur b/d nyeri : pemasangan WSD
|
11
– 06 – 2012
|
Abdul
Aziz
|
13
– 06 – 2012
|
Abdul
Aziz
|
|
6.
|
Kurang
pengetahuan tentang penyakit b/d kurang terpaparnya informasi
|
11
– 06 – 2012
|
Abdul
Aziz
|
13
– 06 – 2012
|
Abdul
Aziz
|
|
7.
|
Resiko
infeksi b/d tindakan infasif : pemasangan infus
|
12
– 06 – 2012
|
Abdul
Aziz
|
13
– 06 – 2012
|
Abdul
Aziz
|
|
D.
PERENCANAAN
KEPERAWATAN
No.
|
Tanggal dan Jam
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Rencana Tindakan
|
Rasional
|
TTD dan Nama Jelas Perawat
|
1.
|
11
– 06 – 2012
|
Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru ditandai
dengan :
DS
:
- Klien
mengatakan sesak saat bernafas
DO
:
- Klien
tampak sesak
- Bernafas
cuping hidung
- Tampak
menggunakan otot bantu pernafasan
- Nafas
irreguler
- TTV
:
- TD
: 110/80 mmHg
- N
: 80 x/menit
- RR
: 28 x/menit
- S
: 36, 8 0C
|
Nafas
kembali efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
dengan kriteri hasil :
DS
:
- Klien
mengatakan sesaknya berkurang atau hilang.
DO
:
- Sesak
tampak berkurang
- Pernafasan
dalam batas normal 18 – 24 x/menit
|
1. Kaji
pola nafas seperti, bunyi nafas, irama kecepatan dan keadaan.
2. Observasi
TTV
3. Berikan
posisi semi fowler.
4. Kolaborasi
pemberian O2 sesuai indikasi.
5. Kolaborasi
pemberian therapi medik
|
1. Ronchi
menunjukan ketidakmampuan jalan nafas yang dapat meningkatkan kerja
pernafasan
2. Untuk
mengetahui perubahan TTV terutama pernafasan
3. Posisi
membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan
4. Untuk
memenuhi kebutuhan O2 klien
5. Untuk
mengurangi sesak.
|
Abdul
Aziz
|
2.
|
11
– 06 – 2012
|
Nyeri
berhubungan dengan terputusnya ikontitas jaringan : pemasangan WSD ditandai
dengan :
DS
:
- Klien
mengatakan nyeri bagian luka WSD dengan karakteristik :
- P
: nyeri
- Q
: ditusuk-tusuk
- R
: saat tangan kiri digerakkan
- S
: 4 – 6 (sedang)
- T
: Intermitten
DO
:
- Klien
tampak meringis
- TTV
:
- TD
: 110/80 mmHg
- N
: 80 x/menit
- RR
: 28 x/menit
- S
: 36, 8 0C
|
Nyeri
berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam dengan kriteria hasil :
DS
:
- Klien
mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 1 – 3 (ringan)
DO
:
- Klien
tanpak tenang
|
1. Kaji
skala nyeri
2. Ajarkan
klien tehnik relaksasi nafas dalam dan distraksi
3. Observasi
TTV
4. Kolaborasi
pemberian analgetik
5. Anjurkan
klien untuk banyak-banyak berdo’a
|
1. Untuk
mengetahui skala nyeri, untuk melanjutkan intervensi selanjutnya.
2. Untuk
mengurangi rasa nyeri
3. Untuk
mengetahui TTV terutama nadi cepat tanda nyeri
4. Untuk
mengurangi rasa nyeri
5. Agar
nyeri berkurang
|
|
3.
|
11
– 06 – 2012
|
Resiko
infeksi berhubungan dengan tindakan infasif pemasangan WSD ditandai dengan :
DS
:
- Klien
mengatakan perban luka WSD belum diganti sejak tanggal 8 juni 2012.
- Klien
mengatakan botol WSD sudah penuh
DO
:
- Perban
WSD tampak kotor
- Perban
WSD sudah 2 hari belum diganti
- WSD
dipasang pada tanggal 8 Juni 2012
- Cairan
WSD yang keluar tercatat 1600 cc
|
Infeksi
tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 30 menit
dengan kriteria hasil :
DS
:
- Klien
mengatakan kasa luka WSD sudah diganti
- Klien
mengatakan botol WSD sudah diganti
DO
:
- Kasa
WSD tampak bersih
- Botol
WSD sudah diganti
|
1. Kaji
tanda-tanda infeksi seperti, kalor,dolor, rubor, tumor, dan fungsilesa
2. Monitor
tanda-tanda vital
3. Ganti
verban dan botol WSD
4. Anjurkan
klien untuk posisi miring
5. Kolaborasi
pemberian obat antibiotik
|
1. Untuk
mengetahui intervensi selanjutnya
2. Untuk
mengetahui suhu badan berkaitan dengan gejala infeksi
3. Agar
tidak terjadi infeksi
4. Agar
cairan lancar keluar
5. Agar
tidak terjadi infeksi
|
Abdul
Aziz
|
4.
|
11
– 06 – 2012
|
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, ditandai
dengan :
DS
:
- Klien
mengatakan makan hanya menghabiskan 2 – 3 sendok/hari
- Klien
mengatakan tidak ada nafsu makan
DO
:
- Klien
tampak menghabiskan makanan 2 – 3 sendok/hari
- Klien
tampak lemah
- BB
sebelum sakit 47 Kg
- Saat
sakit BB 45 Kg
- TB
: 154 cm
|
Nutrisi
terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam dengan
kriteria hasil :
DS
:
- Klien
mengatakan sudah ada nafsu makan
DO :
- Klien
tampak segar
- Klien
tampak menghabiskan makanan yang ada
- BB
klien bertambah
|
1. Kaji
pola makan klien
2. Anjurkan
klien makan sedikit tapi sering.
3. Sajikan
makanan yang menarik mungkin
4. Monitor
BB
5. Kolaborasi
pemberian obat atau vitamin.
|
1. Untuk
mengetahui pola makan klien sebelum dan sesudah di rumah sakit
2. Untuk
meningkatkan nutrisi yang adekuat
3. Untuk
menarik klien untuk makan
4. Untuk
mengetahui kehilangan BB dari normal
5. Agar
nafsu makan klien bertambah.
|
|
5.
|
11
– 06 – 2012
|
Gangguan
istirahat tidur berhubungan dengan nyeri : luka pemasangan WSD ditandai
dengan :
DS
:
- Klien
mengatakan susah tidur karena nyeri
- Klien
mengatakan tidur 4 – 5 jam/hari
- Klien
mengatakan matanya perih saat dipejamkan
DO
:
- Klien
tampak lemah
- Tampak
lingkaran hitam disekeliling mata klien
|
Istirahat
tidur klien kembali normal setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam dengan kriteria hasil :
DS
:
- Klien
mengatakan dapat tidur dengan nyaman
- Klien
mengatakan dapat tidur 7 – 8 jam/hari dan tidak terbangun
DO
:
- Klien
tampak segar
- Klien
tampak tenang.
|
1. Kaji
ulang istirahat tidur klien
2. Anjurakan
klien minum susu hangat sebelum tidur.
3. Berikan
posisi yang nyaman untuk istirahat dan tidur
4. Berikan
lingkungan yang tenang dan nyaman
5. Batasi
orang dalam berkunjung menjenguk klien
|
1. Untuk
mengetahui pola tidur klien untuk menentukan intervensi selanjutnya
2. Susu
mengandung zat sedatif
3. Agar
klien merasa nyaman saat tidur
4. Agar
kebutuhan istirahat tidur klien terpenuhi
5. Agar
klien merasa tenang dan nyaman untuk tidur
|
Abdul
Aziz
|
6.
|
11
– 06 – 2012
|
Kurang
pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
ditandai dengan :
DS :
- Klien
mengatakan tidak tahu dengan penyakitnya sekarang
DO
:
- Klien
tampak bertanya-tanya tentang penyakitnya
- Klien
tampak bingung.
|
Pengetahuan
klien bertambah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 30 menit
dengan kriteria hasil :
DS
:
- Klien
dan keluarga mengatakan mengerti tentang penyakitnya.
DO
:
- Klien
tampak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh perawat
|
1. Kaji
tingkat pendidikan klien dan keluarga
2. Berikan
pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga
3. Berikan
kesempatan kepada klien dan keluarga untuk bertanya tentang materi penyuluhan
4. Evaluasi
kembali penkes yang telah diberikan.
5. Motivasi
klien dan keluarga untuk menerapkan materi penyuluhan yang telah diberikan.
|
1. Mempermudah
dalam memberikan informasi tingkat pendidikan biasanya memepengaruhi tingkat
pengetahuan
2. Agar
pengetahuan klien dan keluarga bertambah
3. Agar
klien dan keluarga mengetahui tentang penyuluhan yang telah disampaikan
4. Mengukur
sejauh mana klien dan keluarga mengerti dan mengenali penyakitnya.
5. Agar
penkes benar-benar bermanfaat bagi status kesehatan klien dan keluarga.
|
Abdul
Aziz
|
7.
|
12
– 06 – 2012
|
Resiko
infeksi berhubungan dengan tindakan infasif : pemasangan infus, yang ditandai
dengan :
DS
:
- Klien
mengatakan infusnya sudah 7 hari
- Klien
mengatakan tangan kanan yang terpasang infus terasa nyeri
DO
:
- Infus
klien tampak kotor
- Infus
klien tampak bengkak
- TTV
:
- TD
: 110/80 mmHg
- N
: 80 x/menit
- RR
: 28 x/menit
- S
: 36, 8 0C
|
Infeksi
tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 30 menit
dengan kriteria hasil :
DS
:
- Klien mengatakan infusnya sudah dipasang
ditangan sebelah kiri
DO
:
-
Infus
klien tampak kotor
|
1. Kaji
tanda-tanda infeksi seperti kalor, tumor, rubor, dolor, dan fungsilesa
2. Monitor
tanda-tanda vital
3. Lakukan
pemasangan infus
4. Kolaborasi
pemberian therapi antibiotik
|
1. Untuk
mengetahui intervensi selanjutnya
2. Untuk
mengetahui suhu badan berkaitan dengan tanda-tanda infeksi
3. Agar
infeksi tidak terjadi
4. Agar
infeksi tidak terjadi
|
Abdul
Aziz
|
E.
CATATAN
TINDAKAN KEPERAWATAN
No. DX.
|
Tanggal dan Waktu
|
Tindakan Keperawatan dan Evaluasi
Tindakan Keperawatan
|
Nama & TTD Perawat
|
1,2,3,4,5,6
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5
3
2
4
5
1,2,3,4,5
|
11
– 06 – 2012
07.15
07.30
07.45
08.00
08.15
09.30
09.45
10.15
|
- Merapikan
tempat tidur klien
H
: Tempat tidur klien tampak rapi dan bersih
- Mengkaji
keadaan umum klien
H
: Klien tampak lemah, klien tampak sesak, klien mengatakan botol WSD nya
penuh, klien mengatakan verban WSD nya kotor, klien mengatakan nyeri bagian
luka WSD dengan S : 4 – 6 (sedang), klien mengatakan hanya menghabiskan makanan
2 – 3 sendok/hari, klien mengatakan susah tidur, klien mengatakan tidak tahu
dengan penyakitnya.
- Memberikan
injeksi ceftriaxon 1000 ml melalui via infus
H
: Injeksi sudah dimasukkan melalui via infus
- Mengganti
verban dan botol WSD
H
: Verban tampak bersih setelah diganti dan botol sudah diganti.
- Mengajarkan
klien tehnik relaksasi
H : Klien mengikuti
anjuran perawat
- Menganjurkan
klien makan-makanan yang hangat
H : Klien mengikuti
anjuran perawat
- Menganjurkan
klien minum susu sebelum tidur
H : Klien mengikuti
anjuran perawat
- Memonitor
tanda-tanda vital
H
: TD : 110/80 mmHg, N : 80 x/menit, RR : 28 x/menit, S : 36,8 0C.
|
Abdul
Aziz
|
1,2,3,4,5,6,7
1,2,3,4,5,6,7
1,3,7
3
7
1,2,3,4,5
3
5
|
12
– 06 – 2012
07.15
07.30
08.00
08.15
09.45
10.00
10.30
|
- Mengkaji
keadaan umum klien
H : klien tampak
lemah
- Merapikan
tempat tidur klien
H
: Tempat tidur klien tampak rapi dan bersih
- Memberikan
injeksi melalui via infus (injeksi ceftriaxone 1000 ml melalui via infus)
H
: Injeksi sudah dimasukan melalui via infus
- Mengganti
botol WSD
H
: Botol WSD sudah diganti cairan yang keluar 100 cc
- Memasang
infus klien
H : Infus klien sudah
dipasang
- Observasi
tanda-tanda vital
H
: TD ; 100/80 mmHg, N ; 80 x/menit, RR ; 24 x/menit
- Menganjurkan
klien untuk miring kanan dan kiri
H : Klien mengikuti
anjuran perawat
- Menganjurkan
klien untuk minum susu sebelum tidur
H : Klien mengikuti
anjuran perawat
|
Abdul
Aziz
|
1,2,3,4,5,6,7
1,2,3,4,5,6,7
3
3
3
3
1,2,3,6
1,2,3,4,5,6,7
|
13
– 06 – 2012
07.15
07.30
08.00
08.15
08.30
09.00
10.00
10.45
|
- Mengobservasi
keadaan umum klien
H : Klien tampak
segar
- Merapikan
tempat tidur klien
H
: Tempat tidur klien tampak rapi dan bersih
- Mengganti
botol cairan WSD
H : Botol cairan WSD
sudah diganti
- Melakukan
injeksi via infus obat ceftriaxon
H
: Obat sudah dimasukin melalui via infus
- Menganjurkan
klien untuk miring kanan dan kiri
H : Klien mengikuti
anjuran perawat
- Menganjurkan
klien batuk
H : Klien mengikuti
anjuran perawat
- Memberikan
penjelasan kesehatan tantang effusi pleura
H : Klien dan
keluarga mendengarkan penjelasan tentang penyakit effusi pleura
- Mengobservasi
tanda-tanda vital
H
: TD ; 100/80 mmHg, N ; 80 x/menit, RR ; 28 x/menit, S ; 36,8 0C.
|
Abdul
Aziz
|
F.
CATATAN
PERKEMBANGAN
No
Dx
|
Tgl dan Waktu
|
Perkembangan
(SOAP)
|
Paraf
|
1
|
11-06-2012
|
S: - Klien
mengatakan sesak saat bernafas
O: -
Klien tampak sesak
- Klien
tampak bernafas dengan cuping hidung
- Tampak
menggunakan alat bantu pernafasan
- Nafas
klien iriguler
- TTV
: TD :
110/80 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 28 x/menit
S : 36,8oc
A: -
Masalah belum
teratasi
P : Lanjutkan
tindakan keperawatan
-
Kaji pola nafas
-
Observasi
TTV
- Berikan
posisi semi fowler
- Kolaborasi
pemberian Oksigen
- Kolaborasi
pemberian therapi medik
|
Abdul Aziz
|
2
|
11-06-2012
|
S: - Klien
mengatakannyeri bagian luka WSD dengan Karakteristik :
P :
Nyeri
Q : Ditusuk – tusuk
R :
Saat tangan kiri digerakkan
S :
4-6 (sedang)
Q :
Intermiten
O: - Klien
tampak meringis
-
TTV : TD : 110/80 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 28 x/menit
S : 36,8oc
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan tindakan keperawatan
- Mengkaji
skala nyeri
- Ajarkan
klien tekhnik relaksi nafas dalam.
- Observasi
TTV
- Kolaborasi
dalam pemberian analgetik.
- Anjurkan
klien untuk banyak – banyak berdoa.
|
Abdul Aziz
|
3
|
11-06-2012
|
S: - Klien
mengatakan perban dan botol WSD belum diganti
O: - Perban
WSD tampak kotor
- Botol
WSD tampak penuh
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan tindakan keperawatan
- Kaji
tanda – tanda infeksi
- Observasi
TTV.
- Anjurkan
klien untuk posisi miring kekiri.
- Kolaborasi
dalam pemberian antibiotik
|
Abdul Aziz
|
4
|
11-06-2012
|
S: - Klien
mengatakan tidak nafsu makan.
- Klien
mengatakan makan hanya 2-3 sendok/hari.
O: - Klien
tampak lemah.
- Klien
tampak menghabiskan makanan 2-3 sendok saja.
- BB
sebelum sakit 47 kg.
- BB
saat sakit 45 kg
- TB
154 cm.
A: Masalah belum
teratasi
P: Lanujutkan tindakan
keperawatan
- Kaji pola makan klien
- Anjurkan klien makan sedikit tapi
sering.
- Sajikan
makanan yang hangat dan menarik.
- Monitor
BB.
|
Abdul Aziz
|
5
|
11-06-2012
|
S: - Klien
mengatakan susah tidur karena nyeri.
- Klien
mengatakan hanya tidur 4-5 jam/hari.
- Klien
mengatakan matanya perihj saat dipejamkan.
O: - Klien
tampak lemah.
- Tampak
lingkaran hitam disekeliling mata.
A: Masalah belum
teratasi
P: Lanujutkan tindakan
keperawatan
- Kaji istirahat tidur klien.
- Anjurkan klien minum susu hangat
sebelaum tidur.
- Berikan
posisi yang nyaman untuk istirahat dan tidur.
- Batasi
orang dalam berkunjung menjenguk klien.
|
Abdul Aziz
|
6
|
11-06-2012
|
S: - Klien
mengatakan tidak tahu dengan penyakitnya sekarang.
O: - Klien
tampak bingung.
- Klien
tampak bertanya - tanya.
A: Masalah belum
teratasi
P: Lanujutkan tindakan
keperawatan
- Kaji tingkat pendidikan klien dan
keluarga.
- Berikan penyuluhan kesehatan pada
klien dan keluarga.
- Berikan
kepada klien dan keluarga untuk bertanya.
|
Abdul Aziz
|
1
|
12-06-2012
|
S: - Klien
mengatakan sesak saat bernafas
O: -
Sesak klien tampak sudah berkurang.
- Nafas
klien tampak iriguler
- TTV
: TD :
100/80 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 36,8oc
A: -
Masalah belum
teratasi sebagian
P : Lanjutkan
tindakan keperawatan
-
Kaji pola nafas
-
Observasi
TTV
- Berikan
posisi semi fowler
- Kolaborasi
pemberian Oksigen
|
Abdul Aziz
|
2
|
12-06-2012
|
S: - Klien
mengatakan nyeri bagian luka WSD sudah berkurang dengan skala nyeri 1-3
(ringan).
O: - Klien
tampak tidak meringis lagi
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan tindakan keperawatan
- Mengkaji
skala nyeri
- Ajarkan
klien tekhnik relaksi nafas dalam.
|
Abdul Aziz
|
3
|
12-06-2012
|
S: - Klien
mengatakan perban dan botol WSD belum diganti
O: - Perban
WSD tampak kotor
- Botol
WSD tampak penuh
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan tindakan keperawatan
- Kaji
tanda – tanda infeksi
- Observasi
TTV.
- Mengganti
botol WSD.
- Anjurkan
klien untuk posisi miring kekiri.
|
Abdul Aziz
|
4
|
12-06-2012
|
S: - Klien
mengatakan tidak nafsu makan.
- Klien
mengatakan makan hanya 3-4 sendok/hari.
O: - Klien
tampak lemah.
- Klien
tampak menghabiskan makanan 3-4 sendok saja.
A: Masalah teratasi
sebagian
P: Lanujutkan tindakan
keperawatan
- Kaji pola makan klien
- Anjurkan klien makan sedikit tapi
sering.
- Sajikan
makanan yang hangat dan menarik.
- Observasi
BB.
|
Abdul Aziz
|
5
|
12-06-2012
|
S: - Klien
mengatakan sudah bisa tidur 5-6 jam/hari.
O: - Klien tampak lemah.
A: Masalah teratasi
sebagian
P: Lanujutkan tindakan
keperawatan
- Kaji istirahat tidur klien.
- Anjurkan klien minum susu hangat
sebelaum tidur.
- Batasi
orang dalam berkunjung menjenguk klien.
|
Abdul Aziz
|
6
|
12-06-2012
|
S: - Klien
mengatakan tidak tahu dengan penyakitnya sekarang.
O: - Klien
tampak bingung.
- Klien
tampak bertanya - tanya.
A: Masalah belum
teratasi
P: Lanujutkan tindakan
keperawatan
- Berikan penyuluhan kesehatan pada
klien dan keluarga.
- Berikan
kepada klien dan keluarga untuk bertanya.
|
Abdul Aziz
|
7
|
12-06-2012
|
S: - Klien
mengatakan infus terpasang selama 7 hari dan belum pernah diganti.
- Klien
mengatakan tangan yang terpasang infus terasa nyeri.
O: - Infus
klien tampak kotor.
- Tangan
klien tampak bengkak.
A: Masalah belum
teratasi
P: Lanujutkan tindakan
keperawatan
- Kaji tanda – tanda infeksi.
- Monitor
TTV.
- Lakukan
pemasangan infus kembali.
- Kolaborasi
dalam pemberian therapi antibiotik.
|
Abdul Aziz
|
1
|
13-06-2012
|
S: - Klien
mengatakan sesak saat bernafas
O: -
Klien tampak sesak.
- Klien
bernafas menggunakan cupinf hidung.
- Klien
bernafas tampak menggunakan otot bantu pernafasan.
- TTV
: TD :
100/80 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 28 x/menit
S : 36,6oc
A: -
Masalah belum
teratasi
P : Lanjutkan
tindakan keperawatan
-
Kaji pola nafas
-
Observasi
TTV
- Berikan
posisi semi fowler
- Kolaborasi
pemberian Oksigen
- Kolaborasi
pemberian therapi medik.
|
Abdul Aziz
|
2
|
12-06-2012
|
S: - Klien
mengatakan nyeri bagian luka WSD sudah berkurang
O: - Klien
tampak tenang
A: Masalah teratasi
P: Hentikan Tindakan.
|
Abdul Aziz
|
3
|
12-06-2012
|
S: - Klien
mengatakan perban dan botol WSD sudah diganti
O: - Perban
WSD tampak bersih
- Botol
WSD tampak kosong
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan tindakan keperawatan
- Kaji
tanda – tanda infeksi
- Observasi
TTV.
- Mengganti
botol WSD setiap hari.
- Anjurkan
klien untuk posisi miring kekiri.
|
Abdul Aziz
|
4
|
12-06-2012
|
S: - Klien
mengatakan sudah ada nafsu makan.
- Klien
mengatakan sudah bisa menghabiskan ½ porsi makanan yang disediakan rumah
sakit.
O: - Klien
tampak segar.
- Klien
tampak menghabiskan ½ porsi makanan yang disediakan rumah sakit.
A: Masalah teratasi
P: Hentikan
tindakan
|
Abdul Aziz
|
5
|
12-06-2012
|
S: - Klien
mengatakan sudah bisa tidur dengan pulas.
- Klien
mengatakan tidur 7-8 jam/hari.
O: - Klien tampak segar.
A: Masalah teratasi
P: Hentikan
Tindakan
|
Abdul Aziz
|
6
|
12-06-2012
|
S: - Klien
mengatakan sudah tahu dengan penyakitnya sekarang.
- Klien
mengatakan efusi pleura adalah penumpukan cairan pada rongga paru.
O: - Klien sudah bisa
menjelaskan tentang pengertian efusi pleura.
- Klien
tampak sudah mengerti tentang penyakitnya.
A: Masalah teratasi
P: Hentikan
tindakan
|
Abdul Aziz
|
7
|
12-06-2012
|
S: - Klien
mengatakan tangan yang terpasang infus sebelah kanan tidak nyeri lagi.
O: - Infus klien sudah
diganti terpasang tangan sebelah kiri.
A: Masalah teratasi
P: Hentikan
tindakan
|
|
BAB IV
PEMBAHASAN
Bab ini penulis membahas mengenai kasus yang telah diuraikan
pada bab sebelumnya yaitu asuhan keperawatan pada Tn.R dengan gangguan sistem
pernafasan : Efusi Pleura di Ruang I (Paru) RSU Daerah Dr. Soedarso Pontianak.
Pembahasan dimulai dari pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan
evaluasi, dengan membandingkan antara teori dan praktek di lapangan. Selain itu
penulis juga akan membahas tentang faktor penghambat dan faktor pendukung yang
penulis temukan saat melakukan asuhan keperawatan yang selama tiga hari dari
tanggal 11 - 13 juni 2012.
A.
Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi kesehatan. Tahap pengkajian
merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan individu.
Selama
proses pengkajian penulis mendapatkan data dari keluarga pasien, perawat
ruangan, dokter, catatan medik dan pemeriksaan penunjang lainnya. Penulis tidak
mengalami kesulitan dalam mendapatkan data primer karena klien pada saat
pengkajian sangat kooperatif, penulis juga mendapatkan data sekunder melalui
dengan cara wawancara langsung dengan keluarga klien. Data lain yang didapatkan
adalah melalui perawat ruangan dan tenaga kesehatan lainnya. Penulis juga
melakukan observasi dan pemeriksaan fisik sesuai dengan konsep teori
pemeriksaan fisik head to toe,
melihat dan mempelajari catatan keperawatan dan catatan medis serta hasil
-hasil laboratorium. Dalam pengumpulan data ini keluarga merupakan sumber
informasi yang berguna bagi penulis. Format pengkajian yang digunakan penulis
hampir sama dengan yang ada di teori dimana klien selain dikaji secara keseluruhan
bagian tubuh dan juga sistem - sistem lainnya.
Selama proses pengkajian, penulis mengumpulkan data menganai
masalah Tn. R menggunakan pendekatan asuhan keparawatan secara teoritis. Dari
hasil pengkajian, penulis memperoleh beberapa keluhan dari klien yang sesuai
dengan konsep asuhan keperawatan teoritis, yang lazim ditemukan pada klien
dengan Efuai Pleura antara lain seperti nyeri, sesak napas (dispnea),
kehilangan nafsu makan, dan anoreksia/
malaise.
Selain itu, ada salah satu tanda dan gejala yang dijelaskan
pada asuhan keperawatan teoritis yang tidak muncul pada Tn.R yaitu pola tidur
yang tidak biasa seperti dirumah. Penyebab tidak munculnya tanda dan gejala
kurang tidur kemungkinan dikarenakan nyeri yang timbul pada luka Water
Seal Dreanase (WSD)
sehingga pasien tidak dapat tidur nyenyak.
Selama proses pengkajian pada Tn.R,
penulis merasakan adanya faktor pendukung dan penghambat. Faktor pendukung yang
penulis rasakan pada tahap pengkajian adalah sikap klien dan keluarga yang
kooperatif, sehingga penulis dapat memperoleh data tentang permasalahan yang
sedang klien alami. Sedangkan yang merupakan faktor penghambat bagi penulis
untuk memperoleh data yaitu data penunjang dalam melengkapi hasil pengkajian
yang telah penulis peroleh dari Tn.R.
B.
Diagnosa Keperawatan
Tahap ini penulis
menganalisa dan mensintesis data yang telah dikelompokkan, kemudian penulis
melakukan penilaian klinis tentang respon klien dan keluarga terhadap masalah.
Baru hasil pengkajian yang didapatkan, yang kemudian dilakukan proses analisa
dan pengelompokan data. Penulis merumuskan tujuh diagnosa keperawatan yaitu
lima diagnosa aktual dan dua diagnosa resiko.
Diagnosa aktual yaitu Tidak efektifnya pola pernafasan,
Nyeri, Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, Gangguan istirahat tidur, dan Kurang pengetahuan tentang
penyakit. Sedangkan diagnosa resiko yaitu Resiko
infeksi (pemasangan Water Seal Dreanase (WSD)) dan Resiko infeksi (pemasangan
infuse).
Setelah penulis membandingkan antara
diagnosa keperawatan yang diangkat pada kasus
Tn. R dengan Efusi Pleura dan konsep teori yang ada, ternyata ada
beberapa diagnosa diantaranya yang memiliki kesamaan yaitu Tidak Efektifnya
Pola pernafasan dan kurang pengetahuan tentang penyakit, sedangkan diagnosa
lain yang ada pada kasus tetapi tidak ada di teori seperti Nyeri, Resiko
infeksi (pemasangan Water Seal Dreanase (WSD)), Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, Gangguan istirahat tidur, dan Resiko infeksi (pemasangan
infus). Selain itu penulis mengangkat suatu diagnosa
sesuai dengan kondisi klien yang sebenarnya, sehingga apabila data hasil
pengkajian yang didapatkan dari klien tidak mendukung untuk menegakkan suatu
diagnosa, maka penulis tidak akan menegakkan diagnosa tersebut karena kurangnya
data serta respon yang berbeda antara klien yang satu dengan yang lainnya.
Adapun yang menjadi faktor penghambat
didalam tahap ini sama dengan yang ada
pada tahap pengkajian yaitu tidak lengkapnya pendokumentasian dalam buku
laporan dan status, sehingga dalam menentukan diagnosa keperawatan hanya
didasarkan pada hasil pemeriksaan fisik dan keluhan klien saat ini, tidak
berdasarkan peninjauan terhadap diagnosa keperawatan yang telah dibuat
sebelumnya dan hasil pemeriksaan penunjang karena pendokumentasian awal yang
kurang dan pemeriksaan penunjang tidak ada.
C.
Rencana Keperawatan
Pada tahap ini penulis
membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan yang telah dibuat, kemudian
merumuskan tujuan dan kriteria hasil dengan jelas, dapat diukur, dapat dicapai,
realistis dan ketentuan waktu yang sesuai dengan tujuan sehingga memungkinkan
dicapai. Penulis membuat intervensi dengan landasan teoritis yang disesuaikan
dengan kondisi dan penyakit klien. Namun dalam hal ini penulis tidak dapat mencantumkan seluruh rencana
tindakan yang ada dalam teori mengingat keterbatasan pengetahuan penulis serta
keterbatasan waktu dalam pelaksanaannya kemudian. Karena alasan itu penulis
menyusun rencana tindakan sesuai dengan kebutuhan klien Tn.
R, kondisi rumah sakit serta
minimnya waktu perawatan yang diberikan dalam perawatan pada kasus Tn.
R. Tidak semua dalam perencanaan
secara teori disusun ke dalam perencanaan suatu tindakan kepada klien hal ini
disesuaikan dengan tingkat kemampuan klien, fasilitas sarana dan prasarana di
rumah sakit serta pertambahan waktu sehingga perencanaan di buat atau disusun
sedemikian rupa agar betul-betul dapat dilaksanakan kepada klien.
Faktor pendukung yang
penulis rasakan pada tahap ini yaitu adanya kemapuan penulis dalam menyusun
rencana intervensi yang terkait dengan konsep asuhan keperawatan teoritis, dan
kemapuan perawat dalan menentukan tujuan dan kriteria hasil yang dapat dicapai
dalam waktu yang telah ditentukan untuk menangani masalah yang dirasakan Tn. R.
Adanya beberapa faktor
penghambat dalam masalah ini diantaranya karena rencana keperawatan teoritis
yang tidak sesuai dengan kondisi Tn.R, ada beberapa rencana tindakan pada
dasarnya sudah terangkum pada rencana keperawatan yang lain, sarana dan
prasarana ruangan tempat klien dirawat yang tidak memungkinkan untuk penulis
membuat yang terbaik kemudian hasil pemeriksaan laboratorium yang tidak
mendukung untuk dilakukannya kolaborasi dalam pemberian terapi medikasi maupun
farmakologi.
D.
Implementasi
Tahap ini, penulis
dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan perencanaan yang
telah dibuat. Disini perawat sebagai tim keperawatan mengimplementasikan
intervensi keperawatan dengan berlandaskan teori baik secara mandiri maupun
kolaboratif sesuai dengan penyakit yang diderita klien dan kondisi klien saat
ini.
Dalam setiap
pelaksanaan tindakan keperawatan penulis selalu melibatkan keluarga. Hal ini
dikarenakan kasus Efusi Pleura adalah kondisi yang
sangat membutuhkan bantuan dalam pemenuhan kebutuhannya
sehingga penulis harus melibatkan peran serta aktif dari pihak keluarga yang
memang lebih mempunyai waktu yang lebih banyak bersama klien.
Faktor pendukung pada
tahap ini adalah kerja sama yang baik dengan tim kesehatan lain dan
partisispasi dari klien dan keluarga sehingga penulis dapat melaksanakan
rencana yang telah penulis buat dengan baik. Didalam pelaksanaannya penulis sama sekali tidak mendapat
hambatan dari pihak keluarga, bahkan keluarga dan klien sangat senang dan
kooperatif karena merasa diperhatikan. Sedangkan hambatan yang ditemui penulis
dalam melakukan tindakan keperawatan yang telah direncanakan adalah
Keterbatasan waktu dimana penulis diberi waktu selama 3 hari. Pelaksanaan
tindakan mulai pukul 07.00 sampai 14.00 wiba untuk melakukan tindakan keperawatan
berdasarkan perencanaan yang telah disusun. Lewat dari waktu tersebut penulis
bekerjasama dengan perawat yang jaga di siang hari dan malam sehingga kondisi
klien dapat diawasi selama 24 jam. Selama masa dua hari setelah dilakukan
perawatan, klien menunjukkan beberapa respon
yang membaik.
E.
Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap penilaian terhadap keberhasilan tindakan
keperawatan yang telah diberikan. Tahap ini merupakan pembandingan antara
kriteria hasil yang diharapkan dengan kondisi klinis yang ditampilkan oleh
klien. Kegiatan evaluasi meliputi evaluasi proses atau formatif dan evaluasi
hasil atau sumatif.
Hasil dari perkembangan
klien selama dilakukan asuhan keperawatan, yang dilaksanakan selama tiga hari
dimulai sejak tanggal 11 Juni s/d 13 Juni 2012 yaitu : Dari
ketujuh diagnosa yang terdapat pada Tn.R, ada tiga diagnosa keperawatan yang
belum teratasi yaitu : Tidak efektifnya pola pernafasan berhubungan dengan
penurunan ekspansi paru. Hal ini dikarenakan masih butuh waktu untuk mencapai
tujuan dan kriteria hasil yang telah penulis rencanakan. Sedangkan satu
diagnosa teratasi sebagian yaitu : Resiko infeksi b/d tindakan infasif
pemasangan Water Seal Dreanase (WSD) dikarnakan apabila tidak
dilanjutkan pada perawatan atau penggantian botol (WSD) bisa menyebabkan infeksi pada
lubang Water Seal Dreanase (WSD), dan ada lima diagnosa teratasi
sebagai berikut : Nyeri berhubungan dengan terputusnya inkontitas jaringan,
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri : pemasangan Water Seal Dreanase (WSD), Kurang pengetahuan tentang
penyakit berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi, Resiko infeksi
(pemasangan infus) berhubungan dengan tindakan infasif : pemasangan infus.
Untuk pendokumentasian catatan
keperawatan maupun catatan perkembangan asuhan keperawatan yang penulis berikan
bisa dilakukan dengan baik dan tanpa mengalami hambatan.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari hasil
pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. R dengan gangguan sistem Pernafasan : Efusi
Pleura di Ruang Penyakit Paru (I) Rumah Sakit Umum Dr. Soedarso Pontianak,
penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Efusi
Pleura adalah pengumpulan
cairan dalam ruang pleura. Penyebab peradangan ini melalui 2 macam,
melalui cairan transudat dan eksudat. Trauma dada merupakan salah satu jenis infeksi yang menyebabkan timbulnya
penyakit Evusi Pleura.
2. Pelaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Efusi Plura lebih difokuskan pada upaya
meringankan kerja paru selama proses pemulihan kesehatan fisik, mencegah
komplikasi, dan meningkatkan pengetahuan pasien terhadap penyakit Efusi Pleura
dalam rangka upaya untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan asuhan keperawatan
seiiring dengan meningkatnya pengetahuan pasien tersebut.
3. Dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. R dengan penyakit Efusi Plura, diagnosa
yang mucul pada dasarnya sudah hampir sesuai dengan diagnosa yang ada dalam asuhan keperawatan teoritis, namun ada
beberapa diagnosa yang harus muncul di luar dari asuhan keperawatan teoritis yang telah
dibuat karena data yang diperoleh penulis dilapangan yang mengharuskan diagnosa
tersebut untuk muncul.
4. Pada
klien dengan Efusi Plura, tidak semua tanda dan gejala dapat muncul sesuai
dengan teori. Gejala yang jelas terlihat adalah nyeri,
sesak napas (dispnea), dan anoreksia/
malaise,
dan ada beberapa gejala yang dirasakan pasien sesuai dengan teori diantaranya nyeri, sesak napas (dispnea),
kehilangan nafsu makan.
5. Keberhasilan
tidaknya proses keperawatan itu salah satunya disebabkan karena adanya
kerjasama, baik itu di antara tim kesehatan dalam hal pelayanan kesehatan
maupun kerjasama antara perawat atau petugas kesehatan lain dengan pasien itu
sendiri.
B.
Saran
Berdasarkan
hasil kesimpulan di atas, maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai
pertimbangan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan khususnya pada
klien dengan gangguan sistem pernafasan : Efusi Pleura, adapun saran-sarannya
adalah sebagai berikut :
1. Rumah
Sakit
Sebagai salah satu wadah yang
strategis untuk membantu program pemerintah dalam pemberantasan penyakit infeksi
khususnya Efusi Pelura, diharapkan pihak rumah sakit membuat manajemen
penatalaksanaan yang terarah dan terstruktur dalam menangani masalah penyakit infeksi,
hal ini dimaksudkan agar dari penatalaksanaan yang telah dibuat itu mampu
memberikan hasil yang maksimal dalam rangka upaya penyembuhan penyakit seperti
Efusi pleura ini.
2. Perawat
Dalam melaksanakan
asuhan keperawatan khususnya pada pasien Efusi Pleura hendaknya seorang perawat
selalu berlandaskan pada konsep teoritis yang sesuai dengan masalah yang
dihadapi tanpa mengabaikan kondisi klien itu sendiri dan hendaknya seorang
perawat selalu menjadikan hal-hal baru yang terkait dengan penyakit Efusi
Pleura yang didapatnya sebagai pelajaran. Jika masalah yang timbul pada
penderita tidak seperti apa yang ada di asuhan keperawatan secara teoritis,
hendaknya perawat harus mampu untuk lebih mandiri dan tepat guna dalam
memecahkan masalah pasien khususnya pada penderita Efusi Pleura sesuai dengan
kemampuannya dan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan pasien pada saat melakukan
asuhan keperawatan.
Keberhasilan asuhan keperawatan
juga tidak lepas dari dukungan dan kerjasama yang solid antara profesi
kesehatan yang turut terlibat dalam menangani masalah penderita Efusi Pleura.
Oleh karena itu sudah seharusnya seorang perawat profesional menjadikan
faktor-faktor penghambat yang ia temui di lapangan sebagai pelajaran yang
diharapkan nantinya mampu memberikan kebaikan dan menjadikan perawat tersebut
lebih siap apabila dihadapkan dengan kasus yang serupa.
3. Pendidikan
Keperawatan
Seiring dengan perkembangan
teknologi informasi khususnya dibidang kesehatan, hendaknya setiap institusi
dapat memaksimalkan perannya sebagai pencetak tenaga profesional dengan
memperhatikan perkembangan dari kondisi medan yang nantinya akan mereka lalui,
ini dimaksudkan agar institusi itu dapat menjadikan pengalaman sebagai landasan
untuk dapat lebih membekali mahasiswanya dengan ilmu - ilmu baru sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan yang terkait dengan masalah kesehatan.
4. Bagi
Mahasiswa
Sebagai calon tenaga perawat
profesional, hendaknya mahasiswa keperawatan dapat mempergunakan wadah tempat
mereka menimba ilmu dengan semaksimal mungkin, ini bertujuan agar nantinya
mahasiswa itu menjadi lebih siap dan mampu mengaplikasikan ilmu keperawatan
dengan sebaik-baiknya apabila mereka telah terjun ke lahan praktek.
5. Pasien
dan Masyarakat
Demi terwujudnya Indonesia sehat
tidak lepas dari dukungan dan peran serta masyarakat, hendaknya pasien dan
masyarakat dapat memanfaatkan perannya dengan sebaik-baiknya dalam membantu
membrantas penyakit Efiusi Pleur ini. Wujud kepedulian masyarakat ini dapat
berupa usaha-usaha yang diharapkan pula
masyarakat dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan sebagai solusi dalam
pemeliharaan kesehatannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar